Rabu, 23 Januari 2013

macam-macam al-urf



MACAM-MACAM AL-URF
Al-Urf dapat dibagi tiga dilihat dari segi tinjauannya yaitu:
1.      Ditinjau dari bentuknya
2.      Ditinjau dari segi nilai atau hukumnya
3.      Ditinjau dari segi luas berlakunya
Ditinjau dari bentuknya, Al-Urf terbagi dua macam :
1.      ‘Urf Qauly’ (Urf perkataan) ialah kebiasaan yang berupa perkataan[1] atau penggunaan kata yang sudah menjadi kebiasaan di suatu daerah (lingkungan)[2], seperti kata ‘Lahmun’ dalam perkataan ini tidak masuk daging ikan. Atau ‘Urf Qauly’ (Urf perkataan) dapat diartikan kebiasaan pengunaan kata-kata tertentu yang mempunyai implikasi hukum, dan telah disepakai secara bersama oleh masyarakat. Seperti penggunaan kata-kata “haram” untuk perceraian. Dengan demikian kalau seorang suami mengucapkan perkataain “engkau haram bagiku” terhadap istrinya, maka telah jatuh talak satu.[3]
Kedudukan ‘Urf Qauly’ (Urf perkataan) dalam hukum Islam ialah bahwa kata-kata yang diucapkan oleh seseorang harus diartikan menurut bahasadan kebiasaannya yang berlaku pada waktu diucapkannya, meskipun berlawanan dengan arti hakiki yang semula,kerena kebiasaan yang datang kemudian telah memindahkan kata-kata tersebut kepada pengertian lain yang merupakan pengertian hakiki menurut urf dan yang dituju pula sebagai imbangan dari pengertian hakiki menurut bahasa[4].
2.      ‘Urf Amaly’ (urf perbuatan) yaitu kebiasaan yang berupa yang perbuatan[5] atau kebiasaan dalam perbuatan sehari-hari[6], seperti kebiasaan jual beli dalam masyarakat tanpa mengadakan shighat jual beli (ijab-qabul). Atau dapat diartikan ‘Urf Amaly’ (perbuatan) berupa perbuataan atau tindakan yang telah menjadi kesepakatan masyarakat dan mempunyai implikasi hukum. Seperti pemakaian kamar mandi atau WC umum dengan membayar tarif tertentu tanpa batas waktu. Dengan demikian “sewa tertentu” cuku untuk pemakaian kamar mandi atau WC umum tersebut dalam rentang waktu sesuai kebutuhan.[7]
Menurut para fuqaha, kedudukan ‘Urf Amaly’ (urf perbuatan) ialah bahwa lapangan perbaikan-perbaikan perseorangan maupun untuk hubungan keperdataan, urf tersebut mempunyai kedudukan yang penting dalam menentukan hukum dan membatasi akiba-akibat perikatan dan tanggungan-tanggungan kepada keadaan yang biasa berlaku, selama tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan dari Syara[8].
Ditinjau dari segi nilai atau hukumnya, Al-Urf terbagi dua macam:
1.      Urf Shahih yaitu Urf yang baik dan dapat diterima, kerena tidak bertentangan dengan nash syara.[9] Atau dapat diartikan Urf shahih adalah tradisi masyarakat yang tidak menghalalkan yang haram atau sebalilnya. Seperti kebiasaan masyarakat yang tidak memperbolehkan anak putrinya dibawa pindah ke rumah suaminya sebelum maharnya terbayar minimal separuh. Ini merupakan urf yang bisa ditaati dan juga dirujuk oleh qadhi dalam proses pengadilan manakala muncul persoalan.[10]
2.      Urf Fasid yaitu Urf yang tidak dapat diterima kerena bertentangan dengan nash syara.[11] Urf Fasid adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang menghalalkan perbuatan-perbuatan yang haram atau sebaliknya. Seperti melewatkan kewajiban shalat dalam pesta-pesta perkawinan atau yang sebangsanya. Mengambil keuntungan riba dalam usaha-usaha jasa keuangan dan yang sebangsanya.[12]
Ditinjau dari segi luas berlakunya, Al-urf juga terbagi dua macam:
1.      ‘Urf ‘Am, (Urf Umum) yaitu Urf yang berlaku untuk seluruh tempat sejak dahulu hingga sekarang, seperti adanya “salam” menitipkan barang dengan membayar uang jerih payah pada penjaganya, istitsna dan sebagainya.[13] Atau dapat diartikan ‘Urf ‘Am, adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia seluruhnya dalam setiap masa. Seperti kebiasaan manusia berjual beli secara ta’thi (saling memberi tanpa melafadzkan ijab-qabul) [14]. Dalam buku Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam urf umum diartikan urf yang berlaku untuk semua orang disemua negeri dalam suatu perkara[15].
2.      ‘Urf Khash  (urf khusus) yaitu Urf yang hanya berlaku atau hanya dikenal di sesuatu tempat saja, di tempat lain tidak berlaku[16]. Atau sesuatu yang telah dikenal oleh penduduk suatu daerah tertentu atau penduduk suatu negara[17]. Misalnya: penyerahan uang mahar ada yang sebelum dilaksanakan Aqad Nikah, bersama-sama dengan penyerah barang atau uang dan ada pula secara tersendiri bersamaan dengan pelaksanaan Aqad Nikah (ijab qabul nikah). Urf khas dapat pula kebiasaan bagi masyarakat tertentu, seperti masyarakat pedagang, berupa pemberian uang atau barang sebagai balas jasa. Urf khusus banyak macamnya dan tidak bisa ditentukan jumlahnya, kerena keperluan orang-orang dan cara-cara terpenuhinya selalu berubah-ubah[18].


DAFTAR PUSTAKA
1. Rosyada, Dede.  Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III. RajaGrapindo Persada. Jakarta. 1993.
2. Ya’qub, Hamzah. Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam). Diponegoro. Bandung. 1995.
3. Syukur, Syarmin. Sumber-Sumber Hukum Islam. Al-Ikhlas. Surabaya. 1993.
4. Abdul Salam,  Zarkasji dan Fathurohman, Oman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh. Bina Usaha. Yokyakarta. 1986.
5. Hanafi, Ahmad. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. Bulan Bintang. Jakarta. 1991.




[1] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh. (Yokyakarta: Bina Usaha. 1986.), Cek. Ke-1. h. 124.
[2] Hamzah Ya’qub. Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam). (Bandung: Diponegoro. 1995.), h. 100.
[3] Dede Rosyada.  Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III. (Jakarta: RajaGrapindo Persada. 1993.), cek. Ke-1. h. 52.
[4] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang. 1991.), cek. Ke-6. h. 93.
[5] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit. h. 124.
[6] Hamzah Ya’qub. Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam), op. cit. h. 101.
[7] Dede Rosyada.  Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[8] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit. h. 94.
[9] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit. h. 124.
[10] Dede Rosyada.  Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[11] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit. h. 125.
[12] Dede Rosyada.  Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[13] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit. h. 125.
[14] Syarmin Syukur. Sumber-Sumber Hukum Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas. 1993.), Cek. ke-3. h. 208.
[15] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit. h. 91.
[16] Zarkasji Abdul Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit. h. 125.
[17] Syarmin Syukur. Sumber-Sumber Hukum Islam, op. cit. h. 208.
[18] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit. h. 91.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar