MACAM-MACAM
AL-URF
Al-Urf
dapat dibagi tiga dilihat dari segi tinjauannya yaitu:
1. Ditinjau
dari bentuknya
2. Ditinjau
dari segi nilai atau hukumnya
3. Ditinjau
dari segi luas berlakunya
Ditinjau
dari bentuknya, Al-Urf terbagi dua macam :
1. ‘Urf
Qauly’ (Urf perkataan) ialah kebiasaan yang berupa perkataan[1]
atau penggunaan kata yang sudah menjadi kebiasaan di suatu daerah (lingkungan)[2],
seperti kata ‘Lahmun’ dalam perkataan ini tidak masuk daging ikan. Atau ‘Urf
Qauly’ (Urf perkataan) dapat diartikan kebiasaan pengunaan kata-kata tertentu
yang mempunyai implikasi hukum, dan telah disepakai secara bersama oleh
masyarakat. Seperti penggunaan kata-kata “haram” untuk perceraian. Dengan demikian
kalau seorang suami mengucapkan perkataain “engkau haram bagiku” terhadap
istrinya, maka telah jatuh talak satu.[3]
Kedudukan
‘Urf Qauly’ (Urf perkataan) dalam hukum Islam ialah bahwa kata-kata yang
diucapkan oleh seseorang harus diartikan menurut bahasadan kebiasaannya yang
berlaku pada waktu diucapkannya, meskipun berlawanan dengan arti hakiki yang
semula,kerena kebiasaan yang datang kemudian telah memindahkan kata-kata
tersebut kepada pengertian lain yang merupakan pengertian hakiki menurut urf
dan yang dituju pula sebagai imbangan dari pengertian hakiki menurut bahasa[4].
2. ‘Urf
Amaly’ (urf perbuatan) yaitu kebiasaan yang berupa yang perbuatan[5]
atau kebiasaan dalam perbuatan sehari-hari[6],
seperti kebiasaan jual beli dalam masyarakat tanpa mengadakan shighat jual beli
(ijab-qabul). Atau dapat diartikan ‘Urf Amaly’ (perbuatan) berupa perbuataan
atau tindakan yang telah menjadi kesepakatan masyarakat dan mempunyai implikasi
hukum. Seperti pemakaian kamar mandi atau WC umum dengan membayar tarif
tertentu tanpa batas waktu. Dengan demikian “sewa tertentu” cuku untuk
pemakaian kamar mandi atau WC umum tersebut dalam rentang waktu sesuai
kebutuhan.[7]
Menurut
para fuqaha, kedudukan ‘Urf Amaly’ (urf perbuatan) ialah bahwa lapangan
perbaikan-perbaikan perseorangan maupun untuk hubungan keperdataan, urf
tersebut mempunyai kedudukan yang penting dalam menentukan hukum dan membatasi
akiba-akibat perikatan dan tanggungan-tanggungan kepada keadaan yang biasa
berlaku, selama tidak berlawanan dengan ketentuan-ketentuan dari Syara[8].
Ditinjau
dari segi nilai atau hukumnya, Al-Urf terbagi dua macam:
1. Urf
Shahih yaitu Urf yang baik dan dapat diterima, kerena tidak bertentangan dengan
nash syara.[9]
Atau dapat diartikan Urf shahih adalah tradisi masyarakat yang tidak
menghalalkan yang haram atau sebalilnya. Seperti kebiasaan masyarakat yang
tidak memperbolehkan anak putrinya dibawa pindah ke rumah suaminya sebelum
maharnya terbayar minimal separuh. Ini merupakan urf yang bisa ditaati dan juga
dirujuk oleh qadhi dalam proses pengadilan manakala muncul persoalan.[10]
2. Urf
Fasid yaitu Urf yang tidak dapat diterima kerena bertentangan dengan nash
syara.[11]
Urf Fasid adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang menghalalkan
perbuatan-perbuatan yang haram atau sebaliknya. Seperti melewatkan kewajiban
shalat dalam pesta-pesta perkawinan atau yang sebangsanya. Mengambil keuntungan
riba dalam usaha-usaha jasa keuangan dan yang sebangsanya.[12]
Ditinjau
dari segi luas berlakunya, Al-urf juga terbagi dua macam:
1. ‘Urf
‘Am, (Urf Umum) yaitu Urf yang berlaku untuk seluruh tempat sejak dahulu hingga
sekarang, seperti adanya “salam” menitipkan barang dengan membayar uang jerih
payah pada penjaganya, istitsna dan sebagainya.[13]
Atau dapat diartikan ‘Urf ‘Am, adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh manusia
seluruhnya dalam setiap masa. Seperti kebiasaan manusia berjual beli secara
ta’thi (saling memberi tanpa melafadzkan ijab-qabul) [14].
Dalam buku Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam urf umum diartikan urf yang
berlaku untuk semua orang disemua negeri dalam suatu perkara[15].
2. ‘Urf
Khash (urf khusus) yaitu Urf yang hanya
berlaku atau hanya dikenal di sesuatu tempat saja, di tempat lain tidak berlaku[16].
Atau sesuatu yang telah dikenal oleh penduduk suatu daerah tertentu atau
penduduk suatu negara[17].
Misalnya: penyerahan uang mahar ada yang sebelum dilaksanakan Aqad Nikah,
bersama-sama dengan penyerah barang atau uang dan ada pula secara tersendiri
bersamaan dengan pelaksanaan Aqad Nikah (ijab qabul nikah). Urf khas dapat pula
kebiasaan bagi masyarakat tertentu, seperti masyarakat pedagang, berupa
pemberian uang atau barang sebagai balas jasa. Urf khusus banyak macamnya dan
tidak bisa ditentukan jumlahnya, kerena keperluan orang-orang dan cara-cara
terpenuhinya selalu berubah-ubah[18].
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rosyada, Dede. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III. RajaGrapindo
Persada. Jakarta. 1993.
2.
Ya’qub, Hamzah. Pengantar Ilmu Syariah
(Hukum Islam). Diponegoro. Bandung. 1995.
3.
Syukur, Syarmin. Sumber-Sumber Hukum
Islam. Al-Ikhlas. Surabaya. 1993.
4.
Abdul Salam, Zarkasji dan Fathurohman,
Oman. Pengantar Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh.
Bina Usaha. Yokyakarta. 1986.
5.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Dan Sejarah
Hukum Islam. Bulan Bintang. Jakarta. 1991.
[1] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh. (Yokyakarta: Bina Usaha. 1986.), Cek. Ke-1. h. 124.
[2] Hamzah Ya’qub. Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam).
(Bandung: Diponegoro. 1995.), h. 100.
[3] Dede
Rosyada. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III. (Jakarta:
RajaGrapindo Persada. 1993.), cek. Ke-1. h. 52.
[4] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. (Jakarta:
Bulan Bintang. 1991.), cek. Ke-6. h. 93.
[5] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit.
h. 124.
[6] Hamzah Ya’qub. Pengantar Ilmu Syariah (Hukum Islam), op.
cit. h. 101.
[7] Dede
Rosyada. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[8] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit.
h. 94.
[9] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit.
h. 124.
[10] Dede
Rosyada. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[11] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit.
h. 125.
[12] Dede
Rosyada. Hukum Islam Dan Pranata Sosial Dirasah Islamiah III, op. cit. h. 52.
[13] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit.
h. 125.
[14] Syarmin Syukur. Sumber-Sumber Hukum Islam. (Surabaya:
Al-Ikhlas. 1993.), Cek. ke-3. h. 208.
[15] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit.
h. 91.
[16] Zarkasji Abdul
Salam dan Oman Fathurohman. Pengantar
Ilmu Fiqh-Usuhul Fiqh, op. cit.
h. 125.
[17] Syarmin Syukur. Sumber-Sumber Hukum Islam, op. cit. h.
208.
[18] Ahmad Hanafi. Pengantar Dan Sejarah Hukum Islam. op. cit.
h. 91.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar