Rabu, 30 Januari 2013

Hamzah Fansuri



PENDAHULUAN
A.    LATARBELAKANG

Dalam sejarah perkembangan agama Islam di Nusantara, ada beberapa tokoh Islam yang dikenal sangat dipengaruhi oleh ajaran sufi dari Al Hallaj. Di tanah Jawa kita mengenal tokoh sufi yang bernama Syeikh Siti Jenar, atau sering juga dikenal dengan panggilan Syeikh Lemah Abang. Syeikh Siti Jenar ini dalam beberapa penelitian para ahli dikatakan salah satu wali dari sembilan wali yang dianggap menjadi penyebar agama Islam di Nusantara. Tetapi, dalam beberapa penelitian ahli lainnya, Syeikh Siti Jenar dianggap bukan salah seorang dari sembilan wali tersebut. Namun, yang jelas, kisah hidup Syeikh Siti Jenar hampir mirip dengan Al Hallaj di tanah Persia. Syeikh Siti Jenar juga dihukum mati oleh para wali karena dianggap telah menyesatkan umat dengan ajaran “Manunggaling Kawulo Gusti”, atau paham kesatuan antara mahluk dengan Tuhan. Ajaran “Manunggaling Kawulo Gusti” dari Syeikh Siti Jenar ini mirip dengan ajaran “Wahdatul Al Wujud” yang dikembangkan dan dipraktekkan oleh Al Hallaj.

Namun, dalam perkembangan berikutnya, juga ada seorang tokoh sufi lain di Nusantara yang juga dipengaruhi sangat kuat oleh paham Wahdatul Wujud dari Al Hallaj ini, yaitu seorang putra Aceh yang bernama Syeikh Hamzah Fansuri.
RUMUSAN MAKALAH
1.      Siapakah Hamzah Fansuri ?
2.      Bagaimana ajaran Hamzah Fansuri ?
TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
1.      Mengetahui biografi Hamzah Fansuri
2.      Mengenal ajaran Hamzah Fansuri

BIOGRAFI
Hamzah Fansuri adalah seorang sufi dari Aceh yang hidup pada penghujung abad ke XVI (1588-1604) masa kekuasaan Alauddin Ri’ayat Syah. Menurut para peneliti dan ahli sejarah Aceh, waktu dan tempat kelahiran Hamzah Fansuri tidaklah diketahui[1].
Setelah belajar di kampung sendiri (Aceh), beliau melanjutkan perburuan ilmu ke daerah Jawa[2], India, Persia, Arab dan Timur Tengah. Kerena pengembaraan tersebutlah, beliau menguasai beberapa bahasa seperti Arab, Persia dan Melayu.
Sepulangnya dari menuntut ilmu, beliau mulai mengajar di Barus, kemudian di Banda Aceh, dan terakhir beliau mendirikan Dayah (Madrasah) di daerah tempat lahirnya, dekat Rundeng (Singkel). Beliau memiliki banyak murid, tetapi yang paling terkenal adalah Syamsudin Sumatrani . Hamzah Fansuri dikenal sebagai seorang sufi yang zuhud dan banyak menguasai ilmu seperti ilmu fiqih, tasawuf, filsafat, sastra, dan bahasa.
Karangan-karangan Hamzah Fansuri yang berupa kitab ilmiyyah di antatanya :
1.      Asrar al-Arifin fi bayani ilmi al-suluki wa  at-Tauhid
2.      Syarb al-Asyiqin
3.      Al-Muhtadi
4.      Ruba’i Hamzah Al fansuri
Selain sebagai sufi, Hamzah Fansuri juga terkenal sebagai pujangga besar Melayu. Beliaulah penyair Melayu pertama yang menggubah syair-syair bersifat agama.  Syair-syair beliau yang tercatat dalam ke sastraan Melayu/Indonesia :
1.      Syair Burung Pingai
2.      Syair Dagang
3.      Syair Pungguk
4.      Syair Sidang Faqir
5.      Syair Ikan Tongkol
6.      Syair Perahu
Karya-karya Hamzah Fansuri baik berbentuk Syair atau prosa banyak menarik perhatian para serjana barat (orientalis barat) maupun sarjana setempat untuk mempelajarinya, di antaranya Prof. Muhammad Naquib, Prof. A. Teeuw,R.O. Winstedt, dan J. Doorenbos.
Adapun waktu kematiannya tidak diketahui secara pasti, tapi ada yang menyebutkan beliau di wafat di Barus  sekitar tahun 1607-1610 M.
Semasa hidupnya, Syeikh Hamzah Fansuri bukan hanya seorang ulama tasawuf dan sastrawan terkemuka, tetapi juga seorang perintis dan pelopor keilmuan dan kebudayaan Melayu. Kritik-kritiknya yang tajam terhadap prilaku politik dan moral raja-raja, bangsawan dan orang-orang kaya menempatkannya sebagai seorang sufi yang berani pada jamannya. Karena itu tidaklah mengherankan apabila kalangan istana Aceh tidak menyukai kegiatan Syeikh Hamzah Fansuri dan pengikutnya. Ada ulama yang mengatakan Hamzah penganut Syiah yang sesat, dan tidak kurang pula meyakini bahawa dia mengikut Mazhab Imam Syafi’i dalam bidang fiqih dan mengamalkan tarekat Qadiriyah. Pegangan sufinya sama saja dengan Abi Yazid Bisthami, al-Hallaj dan Abdul Karimal-Jili,yakin tidak mencampuradukkanajaran sufi mereka dengan ahli sufi seperti Imam Ghazali dan sebagainya.
Ajaran-ajaran Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri menganut paham Wahdatul Wujud, yaitu paham kesatuan antara Mahluk dan Tuhan. Dalam hal ini beliau sangat dipengaruhi oleh para sufi seperti Muhyidin Ibnu Arabi, Abdul Karim Jili, Al Hallaj. Beliau termasuk tokoh sufi yang sepaham dengan al-hallaj[3].
Ajaran-ajaran Hamzah Fansuri dapat disimpulkan :
1.      Wujud, menurutnya yang disebut wujud itu hanyalah satu, walaupun kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu berkulit dan berisi, atau ada yang mazhar (kenyataan lahir) dan ada yang batin. Ataupun semua benda-benda yang ada ini, sebenarnya adalah merupakan pernyataan saja daripada wujud yang hakiki, dan wujud yang hakiki itulah yang disebut Allah. Wujud itu mempunyai tujuh martabat, namun hakikatnya satu. Martabat tujuh itu :
1.      Ahadiyah (hakikat sejati dari Allah).
2.      Wahdah (hakikat dari Muhammad).
3.      Wahidiyah (hakikat dari Adam).
4.      Alam arwah (hakikat dari nyawa).
5.      Alam mitsal (hakikat dari segala bentuk).
6.      Alam ajsam (hakikat tubuh).
7.      Alam insan (hakikat manusia).
Semuanya berkumpul pada Ahadiyah (itulah Allah dan itulah Aku).
2.      Allah. Menurut Hamzah, Allah adalah Dzat yang mutlak dan qadim, sebab pertama dan pencipta alam semesta. Dalam Asrar Al-Arifin beliau menulis : “ketika bumi dan langit belum ada, surga dan neraka belum ada, alam sekalian ada, apa yang ada pertama? Yang pertama adalah Dzat, yang ada pada dirinya sendiri, tiada sifat dan tiada nama, itulah yang pertama”.
3.      Penciptaan. Menurutnya sebenarnya hakikat dari Dzat Allah itu adalah mutlak dan la ta’ayyun (tidak bisa ditentukan/dilukiskan). Dzat yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan diri-Nya dalam suatu proses penjelmaan dengan tanazzul[4] dan taraqqi[5].
4.      Manusia. Sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, manusia adalah tingkat yang paling penuh dan sempurna (aliran/pancaran langsung dari Dzat yang mutlak). Hal ini menunjukkan adanya semacam kesatuan antara Allah dan manusia.
5.       Kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi insan kamil. Kerena gaflah (lalai) maka pandangannya kabur dan tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini hanya palsu dan bayangan[6].
Beliau sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf menurut keyakinannya, beliau terkenal di Pulau Jawa. Setelah beliau wafat, muncul seorang ulama ortodoks yang menentangnya, beliau Nuruddin Ar Raniri. Orang awam sekali lagi hilang pedoman untuk pegangan, kerena disalahkan itu adalah seorang ulama besar, demikian halnya dengan si penantang bukan orang sembarangan. Akan tetapi mereka yang mantap ilmu tasawufnya mengertilah mereka bahwa ilmu tasawuf yang bersifat bathini tidaklah akan diperdapat pada semua ulama syari’at. Kalaupun ada sangat jarang sekali.

KESIMPULAN

Selain siti jenar, ternyata masih banyak orang yang menganut paham wahdatul wujud Al-Hajaj di negri kita ini, Seperti tokoh yang kita bahas ini. Namun semua itu hanya aliran tasawuf yang menurut sebagian orang sesat, tetapi menurut orang lain itu adalah suatu kebenaran. Hendaklah semua itu tidak dijadikan sebab untuk perpecahan umat. Kerena jalan menuju Allah sangat banyak dan semuanya tergantung orangnya untuk mengambil jalan yang mana. Yang dibutuhkan umat sekarang ini adalah persatuan di bawah bendera Islam.
Marilah kita sebagai para pemuda Islam menggalang persatuan agar ajaran Islam menjadi lebih tinggi dan di kenal umatnya


DAFTAR PUSTAKA

1.      Abdullah, Hawash. Perkembangan ilmu tasawuf dan tokoh-tokohnya di nusantara. Surabaya: Al Ikhlas.
2.      Mulyati, Sri. 2006. Tasawuf Nusantara. Jakarka: Kencana.
3.      http://www.oneearthmedia.net/ind/?p=379


[1] Ada sebagian ahli mengatakan ia lahir di negeri Barus yang waktu itu masuk dalam kerajaaan Aceh (sekarang termasuk salah satu daerah di Provinsi Sumatera Utara). Prof. A. Hasjmy dari Aceh berpendapat bahwa Hamzah Fansuri lahir di daerah Fansur (suatu kampung yang terletak di antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh Selatan) dan daerah ini dikenal pada saat kerajaan Aceh Darusalam sebagai pusat pendidikan).
[2] Daerah-daerah nusantara yang pernah dijalaninya pahang, kedah, dan banten
[3] Bayazid dan al-Hallaj merupakan tokoh idola Syeikh Hamzah Fansuri di dalam cinta dan ma’rifat, dipihak lain Syeikh Hamzah Fansuri sering mengutip pernyataan dan syair-syair Ibnu Arabi serta “Iraqi” untuk menopang pemikiran kesufiannya.
[4] Pengaliran keluar dari diri-Nya
[5] Pengaliran kembali kepada-Nya
[6] Usman Said, 1981: 173-181

Tidak ada komentar:

Posting Komentar